Laman

Senin, 08 Februari 2010

Penjual kue

( Yang gak suka yang sedih-sedih, jangan baca tulisan ini...! )

Hampir setiap hari penjual kue yang tak ku tahu namanya itu masuk ke komplek tempat tinggalku. Biasanya saat melintas tepat depan rumahku dia akan berhenti dan membunyikan klakson rombongnya dengan frekeunsi yg beda, lebih cepat dan lebih keras. Tak hanya itu biasanya pandangannya mengarah kerumahku dengan penuh harapan. Sekali waktu wajahnya terlihat lega bila aku atau anakku keluar dan membeli kuenya. Apalagi kalau dilihatnya aku membawa piring, karena pasti belinya banyak. Kadang-kadang pula dia harus berlalu dengan kecewa bila tak ada seorang pun yang keluar dari rumahku untuk menghampirinya.

Penjual kue itu adalah seorang bapak tua dengan penampilan lusuh. Pakaian yang dikenakannya sepertinya itu-itu saja. Mungkin dia tak banyak memiliki pakaian. Paling sering aku melihatnya dengan kaos merah, celana coklat dengan topi hijau plus sandal jepit dekil di kakinya. Kulitnya hitam dan tatapan matanya menyiratkan beratnya beban hidupnya. Aku tak tahu dia tinggal dimana. Aku juga tak tahu dia punya keluarga atau sebatang kara. Yang pasti kue-kue yang di jualnya adalah milik orang lain. Bapak itu hanya menjualkan.

Hampir setiap hari bapak itu berkeliling dikomplek perumahan tempat aku tinggal. Saat panas terik maupun hujan deras dia tetap berjualan. Beberapa kali aku membeli kuenya saat hujan turun dengan derasnya. Saat cuaca dingin begitu Bapak itu tak mengenakan jaket ataupun pelindung tubuh lainnya. Memang ada payung diatas rombongnya, tapi itu tak dapat melindungi tubuh kurusnya dari terpaan air hujan. Sekali aku dapati badannya menggigil dan hidungnya mampet seperti sedang flu berat. Ya, Allah aku tak tega melihatnya.

Begitu pula saat panas terik, payung dan topinya tak membuat tubuh ringkih yang menghitam itu terhindar dari teriknya sinar matahari. Sering aku berdoa agar cuaca mendung saja agar bapak itu tak kepanasan.

Kadang-kadang saat aku sedang bepergian di siang atau sore hari aku melihat penjual kue itu masih mendorong rombongnya di sepanjang jalan yang kulalui. Saat itu pasti aku akan menengok rombongnya untuk melihat apakah dagangannya masih banyak ataukah tinggal sedikit. Aku merasa lega bila rombongannya kosong. Pernah aku merasa sedih sekali saat menjelang maghrib dan berpapasan dengan bapak itu karena kuenya masih tersisa banyak...!

Ingin rasanya setiap hari aku membeli kuenya tapi itu tak mungkin. Jenis kue yang dijualnya tak banyak pilihan. Sudah pasti orang dirumahku akan bosan. Selain itu kalau mau jujur kuenya tak terlalu enak rasanya. Aku memang lebih sering membeli karena kasihan padanya.

Aku pernah sangat kuatir saat menyadari sudah lama tak melihatnya baik lewat depan rumah maupun di jalan-jalan yang kulalui. Terlebih saat kuingat terakhir bertemu bapak itu sedang dalam kondisi tak sehat. Mungkin saat itu sedang sakit. Sempat aku menduga, jangan-jangan..... Ah, aku berusaha menepis pikiran buruk itu walaupun sulit sekali. Berhari-hari aku terbayang-bayang tatapan penuh harap dan penampilan lusunya yang khas. Duh, Bapak tua.... Semoga kau sehat-sehat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar